Jakarta – Minimnya jumlah perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia salah satunya disebabkan keterbatasan informasi. Perusahaan-perusahaan tersebut beranggapan bahwa go public hanya untuk perusahaan yang membutuhkan pendanaan saja.
Hal lain yang menunda keinginan perusahaan untuk melakukan pencatatan saham di pasar modal adalah kondisi dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan perekonomian Indonesia sedang dalam tren positif agar dana yang diraih dapat semaksimal mungkin.
Padahal, selain untuk memperoleh sumber pendanaan baru, masih ada beberapa manfaat go public lainnya seperti memudahkan perusahaan jika ingin melakukan penggabungan usaha dengan perusahaan lain atau mengakuisisi perusahaan lain dengan pembiayaan melalui penerbitan saham baru.
Manfaat selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan untuk menjaga keberlangsungan usaha (going concern), serta dapat meningkatkan citra dan nilai perusahaan. Artinya, demi meningkatkan kualitas perusahaan, seharusnya go public dapat dilakukan di waktu kapanpun.
Berdasarkan kondisi tersebut, PT Bursa Efek Indonesia merasa perlu untuk mengembangkan sebuah sarana untuk meningkatkan minat perusahaan untuk go public. BEI didukung Otoritas Jasa Keuangan kemudian meresmikan Pusat Informasi Go Public yang berlokasi di Gedung Bursa Efek Indonesia Tower II lantai Dasar, Jalan Jenderal Sudirman Kav 52-53 Jakarta.
Dalam sambutannya, Tito Sulistio, Direktur Utama BEI mengatakan, tujuan pembentukan Pusat Informasi Go Public selain untuk mendekatkan Bursa dengan perusahaan potensial, juga sebagai sarana berkonsultasi bagi perusahaan untuk lebih mengenal go public dengan BEI maupun para penjamin pelaksana emisi (underwriter).
Pendirian Pusat Informasi Go Public juga bertujuan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan informasi yang komprehensif tentang manfaat yang dapat diperoleh dari go public, bagaimana proses go public, persiapan yang perlu dilakukan perusahaan, persyaratan yang harus dipenuhi, dan hal terkait lainnya.
“Dengan informasi tersebut, diharapkan pemilik dan manajemen perusahaan-perusahaan yang memerlukan pendanaan dapat memahami bahwa proses yang dijalankan untuk go public tidaklah serumit dan semahal yang dibayangkan,” ujar Tito dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/6).
Acara peresmian tersebut juga dihadiri perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Kamar Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Jakarta Raya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan HIPMI Jakarta Raya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan para penjamin pelaksana emisi efek.
Pusat Informasi Go Public terbuka untuk umum dari Senin hingga Jumat dengan jam operasional dari pukul 08.00 hingga 17.00 WIB, dan dapat dihubungi melalui nomor telepon 021-5154155, email di gopublic@idx.co.id, dan diakses melalui laman www.gopublic.idx.co.id.
Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang ada di kota lain di seluruh Indonesia, dalam waktu dekat juga akan diresmikan Pusat Informasi Go Public di Surabaya, Bandung, dan Medan. Nantinya, informasi seputar go public dapat diperoleh dengan menghubungi Pusat Informasi Go Public (yang sebelumnya bernama Kantor Perwakilan BEI) yang tersebar di 20 kota di seluruh Indonesia.
Dengan adanya sarana ini, BEI berharap minat dan keinginan dari pemilik dan manajemen perusahaan untuk mengembangkan usaha dan mendapat pendanaan dari pasar modal melalui go public serta mencatatkan saham perusahaan di BEI dapat terus tumbuh sehingga dapat menambah jumlah emiten BEI agar menjadi bursa terbaik di Asia Tenggara pada 2020 mendatang.
Saat ini jumlah perusahaan tercatat di BEI baru mencapai 527 emiten. Sedangkan, berdasarkan data World Federation of Exchange (WFE), jumlah perusahaan tercatat di BEI secara keseluruhan masih di bawah Bursa Thailand yang mencapai 644 emiten, Bursa Singapura 766 emiten, dan Bursa Malaysia 904 emiten.
Meski demikian, dalam periode 2010-2016, pertumbuhan jumlah emiten BEI mencapai 25%, tertinggi dibandingkan bursa-bursa lain di kawasan regional.
Sementara itu, jumlah emiten di BEI masih sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan bursa efek di negara maju di Asia seperti Korea (1.981 emiten), Jepang (3.521), Tiongkok dengan beberapa bursa efeknya seperti Hong Kong Exchange (1.899), Shanghai Stock Exchange (1.100), dan Shenzhen Stock Exchange (1.774), dan India dengan dua bursa efeknya yakni BSE India Limited (5.949) dan National Stock Exchange of India (1.811). (APR)