Jakarta – Belanja modal sektor infrastruktur hingga empat tahun mendatang diproyeksikan dapat mencapai US$264 miliar atau sekitar Rp3.000 triliun. Derasnya pembangunan proyek baik itu jembatan maupun jalan raya membuat kebutuhan anggaran di sektor itu menjadi bengkak.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang gencar dijalankan sejalan dengan stabilitas laju inflasi yang dalam dua tahun terakhir stabil di kisaran 3,5% hingga 4%. “Pada sisi fiskal, pemerintah Indonesia berhasil menjaga defisit neraca/PDB di bawah 3%,” katanya, Rabu (14/9).
Percepatan pembangunan infrastruktur sejatinya diperlukan untuk dapat menekan biaya logistik dan meningkatkan produktivitas. Apalagi dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau membuat perusahaan harus merogoh dana ekstra untuk melancarkan penetrasi bisnisnya hingga ke daerah. Taswin menambahkan sektor infrastruktur diharapkan mampu menjadi katalis di sektor konsumer dalam satu dasawarsa kedepan.
Opsi Pendanaan Pasar Modal
Nah terkait dengan pembiayaan, selama ini ekspansi sektor infrastruktur banyak bergantung pada sektor perbankan. Padahal likuiditas yang dimiliki perbankan tanah air belum mampu mencukupi kebutuhan pendanaan ragam proyek infrastruktur pemerintah. Tengok saja alokasi kredit yang disiapkan oleh bank pelat merah, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk misalnya, perseroan pada tahun ini menyiapkan plafon kredit infrastruktur sebesar Rp90 triliun, lalu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) pada tahun ini menargetkan pembiayaan kredit korporasi dapat mencapai Rp 32 triliun.
Oleh karena itu diperlukan alternatif pembiayaan baru guna mencukupi kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Chief Executive Officer (CEO) Maybank Kim Eng Group, Dato’ John Chong mengatakan bahwa selama perbankan menjadi sumber pendanaan tradisional, maka pasar modal bisa menawarkan sumber pendanaan alternatif.”Baik pasar obligasi maupun pasar saham di Indonesia masih relatif under-leveraged dibanding pasar lain di Asean yang memiliki kapasitas signifikan untuk mendanai proyek infrastruktur,” kata Chong.