Semarang-Ratusan warga Rembang yang menamakan dirinya Forum Rakyat Rembang Bersatu (FRRB) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah di Kota Semarang. Aksi unjuk rasa tersebut digelar sebagai reaksi atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan salah seorang petani Rembang dan LSM Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) terkait izin lingkungan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) di Rembang, Jawa Tengah. Dalam orasinya, FRRB menyatakan bahwa keputusan MA yang mengabulkan gugatan segelintir orang yang mengatasnamakan warga Rembang untuk mencabut izin pabrik semen telah melukai hati nurani dan rasa keadilan mereka. “Putusan MA telah melukai nurani dan rasa keadilan kami. Bagi kami warga Rembang, kehadiran pabrik Semen Indonesia sesungguhnya justru menjadi harapan baru agar masyarakat Rembang bisa maju dan berkembang,” ujar Koordinator Aksi FRRB, Abdul Wachid, dalam orasinya di depan massa aksi, Jumat (14/10).
Wachid yang merupakan warga asli Rembang menyatakan bahwa selama ini ribuan warga Rembang sudah bisa menikmati hasil nyata dari keberadaan pabrik SMGR di Rembang. Ribuan warga telah bekerja dan menggantungkan hidupnya dari aktifitas produksi pabrik. “Ribuan anak anak kami mengharapkan masa depan yang lebih baik dari keberadaan pabrik ini. Kami sangat mendukung pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang. Ini momentum kebangkitan masyarakat Rembang, terutama dalam hal perekonomian dan pembangunan sosial Kabupaten Rembang,” tutur Wachid. Atas manfaat yang telah dirasakan dari keberadaan pabrik, Wachid pun kecewa atas putusan MA yang justru mengabulkan gugatan segelintir warga yang menolak keberadaaan pabrik. Wachid dan seluruh massa FRRB pun berharap pemerintah tidak menghentikan pembangunan pabrik semen karena hampir seluruh warga dari lima desa ring satu yang berbatasan dengan lokasi pabrik terbukti mendapatkan manfaat nyata dari aktifitas operasional pabrik. “Mereka (yang menolak pabrik) itu jumlahnya tak lebih dari lima persen dari total warga lima desa di ring satu (berbatasan langsung dengan lokasi pabrik) yang mencapai 3.500 KK dengan 12.000 lebih jiwa. Bagaimana mungkin yang hanya segelintir ini malah dikabulkan oleh MA, yang akibatnya malah menghapus kesejahteraan yang jelas-jelas sudah dirasakan oleh sebagian besar warga yang lain,” keluh Wachid.