Jakarta – PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp2,686 triliun di tahun 2016 atau tumbuh sebesar 27 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp2,109 triliun. Pertumbuhan tersebut membuat VIVA optimistis dalam persaingan industri penyiaran.
“Pertumbuhan pendapatan VIVA di Industri yang mencapai 27 persen, lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan rata-rata industri sebesar 22 persen, kata Presiden Direktur VIVA Anindya N.Bakrie dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Peningkatan pendapatan VIVA ini diikuti juga dengan peningkatan Ebitda. Di mana tahun 2016 Ebitda VIVA mencapai Rp858miliar atau tumbuh 37 persen. Seiring peningkatan Ebitda tersebut, marjin Ebitda VIVA tahun 2016 mencapai 32 persen dibandingkan periode 2015 yang mencapai 29,8 persen. “Kami akan berusaha untuk terus meningkatkan marjin EBITDA VIVA,” jelas Anin.
Kinerja VIVA yang tampil gemilang di tahun lalu, ditopang dari kenaikan audience share selama 2016. Tercatat audiance share mencapai 15,8 pada Desember 2016. Pertumbuhan pendapatan perseroan, khususnya ANTV adalah buah dari penerapan strategi yang ditetapkan oleh manajemen antv pada akhir kuartal III-2016 yaitu mengubah fokus bidikan pemirsa menjadi wanita dan anak-anak.
“Sejak strategi itu diterapkan, ANTV secara konsisten meningkatkan tv sharenya sampai saat ini, melalui penyajian program unggulan. Diharapkan perseroan dan seluruh entitas anak dapat melanjutkan kinerja yang baik di masa yang akan mendatang,” jelas Anindya.
Analis pasar modal dari Bina Artha Securities Reza Priyambada menilai, pertumbuhan pendapatan VIVA ditopang oleh kinerja MDIA melalui Entitas Anaknya yaitu ANTV, dengan pemilihan program yang memiliki segmen tertentu di masyarakat.
“Program-program acara yang dikemas oleh ANTV, memberikan warna tersendiri dimata masyarakat sehingga pada akhirnya berimbas pada peningkatan jumlah pangsa pemirsa yang memberikan peluang untuk mendapatkan pengiklan. Hal ini, secara tidak langsung dapat terlihat pada grafik di atas dimana ANTV masuk dalam top three atau Tier #1 Televisi Free To Air sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengiklan untuk mengiklankan produk barang maupun jasa yang akan dipromosikan,” ungkap Reza.
Sementara itu analis pasar modal dari Bahana Securities Henry Wibowo, menyampaikan, pertumbuhan belanja iklan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Misalnya pada kuartal III-2016, TV adex tumbuh 5 persen lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartal II-2016 yang mencatatkan pertumbuhan 11 persen. Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2016 dibandingkan dengan kuartal II periode itu. Namun Henry menilai, kinerja perusahaan media diprediksi pada tahun 2017 masih kinclong.
Menurut Herry, belanja iklan bersih alias net advertising expenditure (adex) masih bisa meningkat 10 persen. Dimana perusahaan media, terutama televisi, masih mendominasi belanja iklan dengan pertumbuhan positif. Di industri ini, belanja iklan televisi setara 64 persen total adex, diikuti dengan media cetak 19 persen, online 12 persen, media luar ruang 3 persen dan radio sebesar 2 persen.