Jakarta, lantaibura.id – Schneider Electric bersama Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengembangkan keahlian digital bagi sumber daya manusia (SDM) di industri makanan dan minuman (mamin).
Kemitraan strategis ini mencakup pengembangan pendidikan, kurikulum pelatihan, program pelatihan, sertifikasi kompetensi dan konsultansi industry 4.0 readiness assessment untuk para anggota GAPMMI yang akan berlangsung selama tiga tahun ke depan hingga 2025. Adapun materi pembelajaran terkait transformasi digital yang termasuk di dalamnya mempelajari Agile Manufacturing, Efficient Facilities dan Resilient Supply Chain.
Kerjasama pengembangan kompentensi digital bagi SDM mamin ini dilatarbelakangi oleh komitmen pelaku industri nasional dalam upaya percepatan transformasi digital untuk menghadapi tantangan masa depan dan meningkatkan daya saing di pasar global. Selama tiga tahun kerjasama ini, Schneider Electric dan GAPMMI menargetkan dapat melatih tenaga profesional di bidang engineering OT, operations dan tenaga IT.
Penandatanganan kerjasama GAPMMI dan Schneider Electric telah dilaksanakan pada akhir tahun 2022 lalu. Selain pengembangan kurikulum dan pelatihan, para anggota GAPMMI juga dapat melihat secara langsung praktek digitalisasi di smart factory Schneider Electric di Batam dan Cikarang, pertukaran tenaga ahli, dan konsultasi.
Adhi S Lukman, Ketua Umum GAPMMI, menekankan pentingnya upaya percepatan transformasi digital yang menyeluruh di seluruh rantai pasokan dan transisi energi bersih, yang didukung dengan sumber daya manusia yang memiliki literasi digital, iklim ekonomi, geopolitik dan investasi yang kondusif, serta ekosistem pangan global yang kolaboratif dalam mewujudkan ketahanan pangan dan keberlanjutan yang berdampak positif terhadap sosial dan lingkungan.
“Penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,45 miliar jiwa pada 2045, dimana 319 juta jiwa berasal dari Indonesia. Dapat dibayangkan setiap tahunnya jumlah penduduk dunia terus bertambah, sementara kita juga tengah dihadapkan pada krisis pasokan bahan baku pangan akibat perubahan iklim. Konsumen juga akan semakin kritis terhadap produk yang dikonsumsinya baik dari sisi kualitas, nilai tambah yang ditawarkan, dan dampak lingkungannya. Oleh karena itu produsen mamin membutuhkan teknologi yang dapat mengintegrasikan dan menyediakan visibilitas menyeluruh terhadap tiap siklus hidup sistem rantai pasok mulai dari suplai bahan baku, proses produksi, pengemasan, distribusi hingga sampai ke tangan konsumen. Teknologi ini membutuhkan tenaga ahli yang terampil dalam mengoperasikannya. Pengembangan SDM inilah yang menjadi fokus GAPMMI saat ini dalam mendukung para anggota kami,” ujar Adhi, dalam acara diskusi media bertema “Transformasi Industri Mamin yang Pintar & Sustainable dalam Memperkuat Ketahanan Pangan dari Krisis Global”, di Jakarta Kamis(16/22023).
Sebagai industri yang terbukti memiliki resistensi yang tinggi terhadap hantaman pandemi dan ketidakpastian global, prestasi industri mamin nasional di pasar internasional pun semakin gemilang. Berdasarkan data Kemenperin, ekspor makanan dan minuman termasuk minyak sawit mencapai US$48,61 miliar pada Januari-Desember 2022. Sementara, impornya sebesar US$16,52 miliar pada periode yang sama. Secara keseluruhan, industri mamin tumbuh 4,90% dan menjadi kontributor terbesar terhadap PDB industri pengolahan non migas pada tahun 2022, sebesar 38,35%.
Dalam kesempatan yang sama Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian RI menyampaikan bahwa Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mendorong daya saing industri mamin di tanah air, termasuk memastikan ketersediaan bahan baku industri untuk mendukung roda produksi. Jaminan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang memastikan industri bisa memperoleh bahan baku melalui neraca komoditas.
“Dalam hal percepatan transformasi digital, kami menyediakan fasilitas yang mencakup pelaksanaan self assessment INDI 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) dengan target 800 perusahaan pada tahun 2022 dan 2023, dan dilanjutkan dengan bimbingan teknis transformasi industri 4.0 bagi manager dan engineer, serta penerapan industri 4.0 secara bertahap,” ujarnya.
Martin Setiawan, Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia, mengatakan bahwa transformasi digital di industri mamin tergolong cukup kompleks mengingat transformasi tersebut harus dapat mencakup tiga fokus area yaitu Agile Manufacturing, Efficient Facilities dan Resilient Supply Chain. Integrasi ketiga area tersebut dimungkinkan dengan pemanfaatan Industrial Internet of Things dan teknologi otomasi yang terbuka, kolaboratif dan berbasis software.
“Untuk dapat memaksimalkan potensi digitalisasi, dibutuhkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengoperasikannya. Tidak hanya kemampuan pengoperasian secara teknis, namun juga kognitif antara lain kreativitas, pemecahan masalah yang kompleks, pemikiran kritis, analitis dan inovatif, serta kepemimpinan. Aspek-aspek ini akan menjadi fokus dalam pengembangan pendidikan dan kurikulum pembelajaran yang akan dirumuskan bersama dengan GAPMMI,” kata Martin.(*)