Jakarta, Lantaibursa.id – Potensi panas bumi Indonesia yang saat ini baru dimanfaatkan sebesar 10 persen menjadi tantangan bagi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE) (IDX: PGEO) untuk mengoptimalkan potensi tersebut guna memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Pertamina Geothermal Energy memiliki beberapa strategi untuk meraih potensi panas bumi seperti strategi managing base untuk membantu mengembangkan aset yang dimiliki, stepping out dengan co-generation maupun proyek greenfield serta business transition melalui pilot project green hydrogen, bisnis agro maupun geothermal tourism. Melalui strategi tersebut, Pertamina Geothermal Energy berkomitmen untuk memaksimalkan teknologi agar mampu menggenjot potensi panas bumi di Indonesia.
“Melihat potensi yang ada, Pertamina Geothermal Energy berkomitmen untuk mengoptimalisasi potensi tersebut melalui visi untuk menjadi 1 GW company dalam dua tahun mendatang. Untuk mencapai visi tersebut, PGE akan meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi di area eksisting melalui teknologi co-generation,” kata Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk., Ahmad Yani, menyambut hari kedua gelaran Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2023 di Jakarta Convention Center, Senayan, Kamis (21/9/2023).
Yani mengatakan IIGCE menjadi momentum penting bagi pengembangan panas bumi di Indonesia yang merujuk data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyimpan potensi hingga 23,4 GW. Potensi yang besar tersebut, baru dimanfaatkan sebesar 2,3 GW yang dioptimalkan melalui Pembangkit Tenaga Panas Bumi (PLTP). Kapasitas terpasang panas bumi ini menempatkan Indonesia di urutan kedua dalam hal produksi panas bumi di dunia.
“Semua capaian yang sudah dilakukan ini tentunya masih terus bisa dioptimalkan. Sebagai perusahaan yang memiliki fokus pada pengembangan panas bumi maka Pertamina Geothermal Energy berkomitmen untuk memaksimalkan semua potensi tersebut untuk kepentingan nasional,” ujarnya.
Terkait dengan penerapan teknologi co-generation, Yani menyebutkan teknologi tersebut akan diimplementasikan pada pengembangan proyek panas bumi di Hululais (60 MW), Lumut Balai (40 MW), Ulubelu (40 MW), dan Lahendong (35 MW). “Semua itu dapat berkontribusi terhadap target Perseroan untuk menambah 340 MW kapasitas terpasang dalam dua tahun mendatang,” katanya.
Lebih lanjut Yani menjelaskan teknologi co-generation ini menggunakan teknologi binary untuk membangkitkan listrik tambahan dengan pemanfaatan brine geothermal, bottoming unit serta sumur bertekanan rendah. Ia mengatakan pemanfaatan teknologi ini memungkinkan PLTP untuk menghasilkan listrik dari pemanfaatan fluida panas yang memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan teknologi PLTP konvensional.
“Penerapan teknologi co-generation dapat mempersingkat proses pengembangan pembangkitan listrik dengan biaya operasi yang lebih efisien. Efisiensi biaya ini disebabkan oleh penggunaan energi yang sudah ada dan juga tidak perlu melalui tahap eksplorasi,” katanya.
Yani mengatakan pembangkit listrik dengan teknologi binary berkapasitas 500 KW saat ini sudah dibangun dan beroperasi di Area Lahendong. Target ke depan, Pertamina Geothermal Energy akan mengembangkan teknologi binary di enam wilayah kerja lainnya, yaitu Sibayak, Sungai Penuh, Hululais, Ulubelu, Kamojang, dan Lumut Balai.
“Di sinilah menjadi penting kolaborasi dan sinergi untuk bisa mengoptimalkan potensi panas bumi. Tentunya Pertamina Geothermal Energy akan terus menjalankan komitmen ini untuk kepentingan nasional,” tutur Yani.
Kegiatan IIGCE kesembilan ini merupakan acara tahunan terbesar industri panas bumi. Kegiatan ini berlangsung pada 20-22 September 2023 di Jakarta Convention Center, Senayan. Acara yang dibuka oleh Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin ini menekankan perlunya transisi energi dari berbasis fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT) serta energi rendah emisi.